Kamis, 18 Mei 2017

Prelo Memulihkan Persahabatan

M Hilmi Faiq


Telepon selular, yang tergeletak di atas meja tamu,  itu berkedip terang-gelap terang-gelap disertai getaran ringan. Sederet nomor terpampang nyala menandakan seseorang sedang menelepon. Ini mungkin yang ke tujuh atau sembilan kali telepon saya seperti itu. Saya membiarkannya sampai dia kembali tenang.

Saya sedang malas mengangkat telepon dan bahkan sampai pada taraf berdoa semoga tidak ada lagi yang menelepon. Sebab, saya tahu ini adalah hari dan tanggal pelunasan hutang kepada teman baik saya, Mas Choolis, yang uangnya saya pakai untuk membayar uang pendaftaran anak sekolah. Jumlahnya mungkin tak seberapa bagi sebagian orang, hanya Rp 3 juta. Namun bagi saya itu jumlah yang besar, apalagi di tanggal tua begint.

Gara-gara hutang itu juga, saya jadi jarang chat atau menelepon Mas Choolis seperti sebelumnya. Saya malu karena belum bisa membayar hutang. Hutang membuat hubungan kami renggang.

Setelah memandangi telepon selular tadi, mata saya tertuju pada kamera DSLR yang duduk imut di laci persis di samping meja tadi. Itu kamera hadiah lomba foto bulan lalu. Sejak kamera itu datang, dia hanya duduk imut di laci lantaran saya lebih suka memakai kamera lama yang masih prima performanya. “Mengapa tidak saya jual saja kamera hadiah itu?” pikir saya.

Tanpa menunggu lama, saya pelajari detil dan keunggulan kamera itu. Lalu saya cek harga lewat internet di berbagai marketplace. Harganya lumayan. Bila laku sesuai harapan, bisa melunasi sebagian bahkan seluruh hutang saya. Dari berbagai marketplace di internet yang saya temui, rata-rata terlalu ramai. Itu artinya saingan saya terlampau banyak sehingga kecil kemungkinan kamera saya cepat terjual. Saya lalu mencari aplikasi jual-beli lain yang mudah diakses, tetapi tidak terlalu ramai.

Hampir setengah jam berselancar mencari-cari aplikasi yang cocok, saya menemukan Prelo. Penampilannya menarik dan mudah diakses. Warna tampilan hijau muda begitu teduh dan ramah di mata. Download aplikasi ini sangat cepat karena ringan, tak sampai 10 MB. Disertai fitur chat antar penjual dan pembeli sehingga komunikasi lebih lancar. Pembeli bahkan mendapat jaminan selama tiga hari penuh jika barang tak sesuai janji penjual.
            Saya mencoba aplikasi ini dengan memposisikan diri sebagai pembeli. Biasanya butuh lima sampai enam kali klik agar saya bisa menemukan barang yang saya cari. Di Prelo, cukup tiga kali klik, sangat bersahabat. Apalagi terdapar Editor’s Pick, sejenis fitur yang menampilkan barang-barang pilihan. Cara ini bukan saja menghemat waktu, juga menekan penggunaan kuota internet.
            Yang juga saya suka, user interface (UI) Prelo sangat sederhana dan fungsional. Penyusunan layar, tombol, dan ikon tertentu begitu efisien dan bersahabat. Mata tidak perlu menyisir teralu lama untuk mencari tombol Beli atau memperbesar gambar, misalnya.
            Saya semakin jatuh cinta kepada Prelo karena penjualnya pun belum begitu ramai. Saya melihat sebagian besar yang dijual adalah barang bekas, barang preloved, dan hadiah dijual di sana. Semuanya masih begitu bagus seperti melalaui sistem kurasi yang mantap.

Saya lalu pelajari teknis dan persyaratan membuka dagangan di sana dan yakin aman.  Yang paling utama dalam jual-beli online tentu saja sistem pembayaran. Prelo menggunakan metode pembayaran modern dengan berbagai opsi baik via transfer bank, kartu kredit, maupun gerai Indomaret. Pembeli bisa juga menggunakan voucher atau Prelo Balance, sejenis deposit. Aman dan muda.

            Setelah menyiapkan narasi bernada persuasif, saya memposting foto-foto kamera saya tadi. Meskipun terbilang baru, saya memasukannya sebagai kamera bekas atau kamera second karena kardusnya sudah saya buka untuk memeriksa detil barang. Langkah pertama selesai sudah. Saya kini tinggal berdoa semoga segera ada pembeli yang tertarik kamera second milik saya.

            Sinar matahari sore menerobos tirai jendela. Hangatnya menyapa punggung saya ketika telepon selular yang terbaring di kasur tempat saya merebahkan diri itu bergetar. Ada pesan masuk lewat fasilitas chat Prelo yang isinya menanyakan harga kamera bekas milik saya. Setelah membaca dan membalas tiga kali chat, kami deal haag.

            Sekitar 15 menit kemudian, pembeli tadi mengabarkan telah mengirim sejumlah uang ke Prelo. Saya bergegas mengemas kamera, membungkusnya serapi mungkin, lalu mengirimnya dari Jakarta ke Bandung.

Dua hari kemudian, pembeli mengkonfirmasi bahwa kamera second itu sudah sampai dan befungsi bagus seperti yang saya gambarkan di Prelo. Tak lama setelah itu, saya mengambil uang lewat fitur Tarik Uang di Prelo.
Kali ini saya bergegas menelepon Mas Choolis. “Mas, jam berapa ada di rumah? Saya mau bayar hutang.”
 “Waah pas banget. Sayasedang butuh hehehe. Habis Magbrib saya di rumah. Datang saja sekalian makam malam.”

Saya senyum-senyum sendiri. Prelo bukan saja membantu saya menemukan cara baru berjualan barang bekas. Prelo turut mengembalikan harga diri saya sebagai seorang teman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar