M Hilmi Faiq
Telepon selular, yang tergeletak di atas meja tamu, itu berkedip terang-gelap terang-gelap disertai getaran ringan.
Sederet nomor terpampang nyala menandakan seseorang sedang menelepon. Ini
mungkin yang ke tujuh atau sembilan kali telepon saya seperti itu.
Saya membiarkannya sampai dia kembali tenang.
Saya sedang malas mengangkat telepon
dan bahkan sampai pada taraf berdoa semoga tidak ada lagi yang menelepon.
Sebab, saya tahu ini adalah hari dan tanggal pelunasan hutang kepada teman baik
saya, Mas Choolis, yang uangnya saya pakai untuk membayar uang pendaftaran anak
sekolah. Jumlahnya mungkin tak seberapa bagi sebagian orang, hanya Rp 3 juta.
Namun bagi saya itu jumlah yang besar, apalagi di tanggal tua begint.
Gara-gara hutang itu juga, saya
jadi jarang chat atau menelepon Mas Choolis seperti sebelumnya. Saya malu
karena belum bisa membayar hutang. Hutang membuat hubungan kami renggang.
Setelah memandangi telepon
selular tadi, mata saya tertuju pada kamera DSLR yang duduk imut di laci persis
di samping meja tadi. Itu kamera hadiah lomba foto bulan lalu. Sejak kamera itu
datang, dia hanya duduk imut di laci lantaran saya lebih suka memakai kamera
lama yang masih prima performanya. “Mengapa tidak saya jual saja kamera hadiah
itu?” pikir saya.
Tanpa menunggu lama, saya
pelajari detil dan keunggulan kamera itu. Lalu saya cek harga lewat internet di
berbagai marketplace. Harganya lumayan. Bila laku sesuai harapan, bisa melunasi
sebagian bahkan seluruh hutang saya. Dari berbagai marketplace di internet yang
saya temui, rata-rata terlalu ramai. Itu artinya saingan saya terlampau banyak
sehingga kecil kemungkinan kamera saya cepat terjual. Saya lalu mencari
aplikasi jual-beli lain yang mudah diakses, tetapi tidak terlalu ramai.
Hampir setengah jam berselancar
mencari-cari aplikasi yang cocok, saya menemukan Prelo. Penampilannya menarik
dan mudah diakses. Warna tampilan hijau muda begitu teduh dan ramah di mata.
Download aplikasi ini sangat cepat karena ringan, tak sampai 10 MB. Disertai
fitur chat antar penjual dan pembeli sehingga komunikasi lebih lancar. Pembeli
bahkan mendapat jaminan selama tiga hari penuh jika barang tak sesuai janji
penjual.
Saya
mencoba aplikasi ini dengan memposisikan diri sebagai pembeli. Biasanya butuh
lima sampai enam kali klik agar saya bisa menemukan barang yang saya cari. Di
Prelo, cukup tiga kali klik, sangat bersahabat. Apalagi terdapar Editor’s Pick,
sejenis fitur yang menampilkan barang-barang pilihan. Cara ini bukan saja menghemat
waktu, juga menekan penggunaan kuota internet.
Yang juga
saya suka, user interface (UI) Prelo sangat sederhana dan fungsional.
Penyusunan layar, tombol, dan ikon tertentu begitu efisien dan bersahabat. Mata
tidak perlu menyisir teralu lama untuk mencari tombol Beli atau memperbesar
gambar, misalnya.
Saya
semakin jatuh cinta kepada Prelo karena penjualnya pun belum begitu ramai. Saya
melihat sebagian besar yang dijual adalah barang bekas, barang preloved, dan
hadiah dijual di sana. Semuanya masih begitu bagus seperti melalaui sistem
kurasi yang mantap.
Saya lalu pelajari teknis dan
persyaratan membuka dagangan di sana dan yakin aman. Yang paling utama dalam jual-beli online tentu
saja sistem pembayaran. Prelo menggunakan metode pembayaran modern dengan
berbagai opsi baik via transfer bank, kartu kredit, maupun gerai Indomaret.
Pembeli bisa juga menggunakan voucher atau Prelo Balance, sejenis deposit. Aman
dan muda.
Setelah
menyiapkan narasi bernada persuasif, saya memposting foto-foto kamera saya tadi.
Meskipun terbilang baru, saya memasukannya sebagai kamera bekas atau kamera
second karena kardusnya sudah saya buka untuk memeriksa detil barang. Langkah
pertama selesai sudah. Saya kini tinggal berdoa semoga segera ada pembeli yang
tertarik kamera second milik saya.
Sinar
matahari sore menerobos tirai jendela. Hangatnya menyapa punggung saya ketika
telepon selular yang terbaring di kasur tempat saya merebahkan diri itu
bergetar. Ada pesan masuk lewat fasilitas chat Prelo yang isinya menanyakan harga
kamera bekas milik saya. Setelah membaca dan membalas tiga kali chat, kami deal haag.
Sekitar 15
menit kemudian, pembeli tadi mengabarkan telah mengirim sejumlah uang ke Prelo.
Saya bergegas mengemas kamera, membungkusnya serapi mungkin, lalu mengirimnya dari Jakarta ke Bandung.
Dua hari kemudian, pembeli
mengkonfirmasi bahwa kamera second itu sudah sampai dan befungsi bagus seperti
yang saya gambarkan di Prelo. Tak lama setelah itu, saya mengambil uang lewat
fitur Tarik Uang di Prelo.
Kali ini saya bergegas menelepon
Mas Choolis. “Mas, jam berapa ada di rumah? Saya mau bayar hutang.”
“Waah pas banget. Sayasedang butuh hehehe. Habis
Magbrib saya di rumah. Datang saja sekalian makam malam.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar