Jumat, 12 Mei 2017

Generasi Kurang Guyon




Sedih sekali mendengar kabar warga Paciran ditangkap sebagai terduga teroris. Info sementara mereka mau menyerang Kepolisian Sektor Brondong. Sebelumnya juga terlibat bom di beberapa tempat termasuk di Sarinah Thamrin Jakarta awal tahun lalu.

Tahun 2002 kita sebagai warga Lamongan sebenarnya terguncang dengan aksi the smiling bomber Amrozi dan rekan-rekannya. Tahun 2013 muncul lagi pengeboman di markas Kepolisian Resor Poso yang dilakukan ZA, warga Kecamatan Brondong.

Sebenarnya ada apa dengan mereka?

Saya menduga mereka adalah generasi kurang guyon. Mereka terlalu tegang menghadapi permasalahan hidup. Jika mereka sering mendengar ludruk ala-ala Cak Kartolo, Basman, dan kawan-kawan, mereka tentu bisa lebih santai hidupnya. Masih bisa tertawa dalam segala himpitan masalah hidup dan keluarga.

"Akeh utang ga popo, seng penting sombong," ini salah satu gaya Cak Kartolo menertawakan hidup. Mengurai ketegangan menjadi tawa. Satire sekaligus penuh sarkasme.

Gaya-gaya guyonan Cak Kartolo itu sebenarnya sangat menjamur di wilayah pesisir, tempat para terduga teroris itu lahir dan tumbuh. Di warung-warung kopi, di brok-brok tempat nelayan ngayum jaring, canda-tawa adalah obat Lara. Mereka saling ledek tentang masalah hidup masing-masing. Mereka melihat tragedi hidup sebagai komedi hidup.

"Piye kabare, Nda. Kok lemes ngono?"
"Wah, bojoku katoke rangkep telu. Gara-gara plaet. Ra ono iwak blas."

Kira-kira begitu cara mereka mengungkapkan beban hidup. Sangat komedik sehingga hidup tak tegang.

Para terduga terori itu juga terhimpit masalah yang tak kalah berat. Ada yang mencoba meraih bahagia hingga nikah tiga kali tapi tak juga kunjung bahagia. Ada yang mencoba mengubah nasib setelah lelah menjadi tenaga angkut barang di TPI Brondong, lalu jadi kuli, jual obat herbal, menjadi ahli bekam terakhir terbujuk ikut "jihad".

Kalau dunia tidak bisa diraih, setidaknya di akhirat masuk surga. Begitu kira-kira keyakinannya. Jika saya dia sering ikut guyon di warung kopi atau sering-sering buka YouTube lihat Cak Kartolo melucu, hidupnya tidak akan setegang itu.

Sinau tauhid itu bagus. Bagus banget malah. Tapi coba diimbangi dengan fiqih muamalah seperti thaharah atau adabul mar'ah. Biar lebih santai melihat hidup. Kalian yang jomblo, sinau adabul mar'ah bisa jadi bahan pedekate lho. Bisa dadi modal nglamar calon bojo. Jadi jangan terlalu tegang hidup itu.

Masih ingat Ali Imron, kakaknya Amrozi? Sekarang dia sudah tidak tegang lagi menghadapi hidup meskipun dihukum seumur hidup. Dia santai dan suka guyon. Contohnya saat menghadapi para wahasiswa yang wawancara dia untuk dapat gelar Sarjana Hukum. "Gara-gara bom Bali, kalian dapat Gelar SH, Sarjana Hukum. Saya juga dapat SH: seumur hidup."

Begitulah menghadapi hidup. Perbanyak guyon biar santai. Jangan terlalu serius menghadapi persoalan hidup.


Gara-gara terlalu serius melihat beban hidup ini, Lamongan, khususnya Paciran dan Brondong, menjadi basis perekrutan jaringan teroris internasional. Laporan Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) menguatkan itu. Dalam
"INDONESIA’S LAMONGAN NETWORK: HOW EAST JAVA, POSO AND SYRIA ARE LINKED" edisi
15 April 2015 IPAC Report No. 18, jelas disebutkan semua.

"Mamulo pok ngopi, Cah. Pok guyon. Ojo serius-serius ndak cepet mati." Begitu kelakar generasi yang cukup guyon terhadap generasi yang kurang guyon.

M Hilmi Faiq

Tidak ada komentar:

Posting Komentar